Pengelola Ponpes Salafus Sholihin Pasang Badan di Lokasi Tol Cijago,Akibat Tanah Belum Di Bayar

Berita210 Dilihat

Depok,prabu news.com Pimpinan Pondok Pesantren Salafus Sholihin, KH Husnu Ma’ad Kholili akan mempertahankan lahan dan bangunan Pondok Pesantren Salafus Sholihin yang terkena proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago).

Pasalnya, kata dia, hingga saat ini pihaknya belum menerima penggantian lahan dan bangunan Pondok Pesantren dari BPN selaku pihak pengadaan Proyek Tol Cijago.

Dikisahkan Ma’ad, mangkraknya penggantian lahan dan bangunan pondok pesantren dipicu oleh gugatan ahli waris H. Doody yang notabene telah mewakafkan tanahnya untuk Ponpes Salafus Sholihin pada tanggal 24 Januari 1998 dengan nomor : K – 03/ BA.03 / 58 / 1998.

Kepada wartawan KH Husnu Ma’ad Kholili menegaskan, akan tetap menduduki lokasi lahan dan bangunan Ponpes Salafus Sholihin yang terletak di Jalan Swadaya nomor 9 RT 06/02, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, sampai ada kepastian penggantian lahan dan bangunan pondok pesantren.

“Lahan Pondok Pesantren Salafus Sholihin sah sebagai lahan milik pondok pesantren karena lahan ini sudah diwakafkan untuk pondok pesantren, kami hanya minta lahan ini diganti dengan lahan lain berikut bangunannya. Selama belum ada penggantian, kami akan tetap bertahan disini meskipun kami harus mati di tempat ini,” tegas Kholili, Kamis (19/01/23).

Sementara salah satu mantan santriwati Ponpes Salafus Sholihin, Suharlin Lilin Harlini mengaku heran mengapa BPN menitipkan Uang Ganti Kerugian (UGK) atas tanah dan bangunan Pondok Pesantren ke Pengadilan Negeri (PN) Depok.

Padahal, lanjut dia, UGK itu sah menjadi hak pondok pesantren terlepas dari gugat menggugat antara pemilik asal lahan dengan pemberi wakaf.

Dikatakan Lilin, gugatan ahli waris H Doody muncul setelah lahan yang sudah diwakafkan oleh orang tuanya diketahui terkena pembangunan jalan tol.

“Gugatan itu muncul karena lahan ini terkena pembangunan jalan tol sehingga ada bau-bau uang besar di sana,” tandas Lilin.

Menanggapi hal itu, Mantan Kepala Desa Limo, H Marjaya menjelaskan, kronologi asal muasal lahan seluas 2.089 M2 sudah sah menjadi milik Pondok Pesantren Salafus Sholihin setelah H Doody mewakafkan tanah itu untuk pondok pesantren melalui ikrar wakaf yang difasilitasi oleh Kantor Urusan Agama (KUA) pada tahun 1998.

“Begini ceritanya, pada waktu itu H Doody berniat untuk mewakafkan tanah yang dibelinya dari Suharto dan Isfurdanto untuk Ponpes Salafus Sholihin, berhubung waktu itu tanah yang dibeli dan akan diwakafkan belum dibalik nama atas nama H. Doody, maka pada saat itu H. Doody meminta secara lisan agar penandatanganan wakaf dilakukan oleh Suharto dan Isfurdanto yang tertuang dalam ikrar wakaf yang disaksikan oleh Ngadiono selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) saat itu. Jadi jelas bahwa sejak ikrar wakaf itu dibuat, lahan tersebut sudah sah menjadi hak milik Pondok Pesantren Salafus Sholihin,” tegas Marjaya.

Dia menambahkan, meskipun faktanya lahan yang diwakafkan tadinya merupakan tanah milik H. Doody, namun secara hukum, H Doody tidak tercatat sebagai pihak yang memberikan wakaf karena yang menanda tangani surat ikrar wakaf adalah Suharto selaku pemilik asal lahan.

“Waktu itu jual beli tanah antara Suharto dan H. Doody dan antara Isfurdanto dengan H. Doody belum dibuatkan Akta Jual Beli (AJB) dan baru ada kwitansi saja. Saat itu saya sudah menawarkan kepada Pak Doody untuk membuat AJB, namun beliau menolak dan beliau bilang tidak perlu bikin AJB karena tanah itu akan diwakafkan untuk pondok pesantren, dan pak Doody hanya memegang kwitansi saja. Kami berharap pihak berwenang dapat segera menyelesaikan permasalahan ini dan segera mengganti lahan dan bangunan Pondok Pesantren Salafus Sholihin,” pungkasnya.

 

kang prabu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *